Siapa Baca Media Plat Merah?

Menyoal Media Plat Merah, “Media” Milik Pemerintah  (2)

Ada pertanyaan menarik dari seorang jurnalis ibukota, apakah media yang dikeluarkan pemerintah itu dibaca? Kebetulan saya sebagai salah satu “aktivis media plat merah”, kalau bisa disebut  sebagai media pemerintah. Sejenak saya diam, maksud hati ingin membalas dengan pertanyaan yang  jauh lebih spesifik, Berapa kali tulisan anda dimuat oleh redaktur dalam seminggu? Apakah tulisan anda dalam media juga dibaca oleh orang-orang yang berlangganan atau membeli media anda?

Tapi hal itu saya urungkan, saya malah cuma merendah, sambil menjawab bahwa media yang kita kelola itu sebenarnya seolah media internal -sekalipun saya tak yakin-. Jadi pembacanya memang spesifik orang tertentu saja sekalipun disebarkan ke sejumlah daerah. Pembacanya dipastikan adalah orang pemerintah atau mereka yang butuh informasi yang dituliskan itu. Bahkan dalam beberapa sisi masih ada kesamaan konten media pemerintah dengan konten media swasta.

Di satu sisi saya mahfum, bahwa memang di kalangan jurnalis masih berkembang pride bahwa setiap tulisan yang ada memang dibaca dan dibutuhkan oleh orang-orang atau khalayak. Sehingga sang jurnalis yakin bahwa tulisannya akan dibaca. Padahal, pembaca –saya sendiri, dan bahkan mungkin anda– akan memiliki kemampuan dan keinginan seleksi terhadap informasi yang disajikan. kalau tak butuh ya tidak diteruskan untuk dibaca. Mungkin ini gara-gara “virus” teori jarum hipodermik yang mengatakan media sangat powerfull!

Di sisi lain saya juga agak miris, karena hal ini merupakan salah satu indikasi begitu besarnya diskriminasi terhadap pekerja media milik pemerintah. Bahkan beberapa episode perdebatan di milis pun sempat lancar mengkritisi tatkala orang pemerintah atau PNS bekerja sebagai media umum. Padahal hal ini banyak terdapat di daerah-daerah bung! Koran-koran daerah yang tidak berkoalisi nasional dengan jaringan koran besar banyak hidup dan dihidupi oleh orang pemerintah. Cuma Kawasan Jawa, Bali dan sebagian Sumatera saja yang jurnalisnya adalah mereka yang “intelek” bukan PNS sehingga merasa jago.  

Pembaca Media Saat ini
Profil pembaca sebuah media memang secara akurat akan bisa didapatkan dari riset. Ada beberapa riset yang dilakukan terkait dengan media, Pertama riset pelanggan, yang biasanya dilakukan oleh media sendiri. Ada pula riset marketing yang biasanya dilakukan lembaga riset pasar dan media seperti AGB Nielsen yang sangat kesohor dengan rating-nya.

Membangun pembaca baru sudah menjadi keharusan bagi sebuah media massa di tengah kompetisi media yang ketat. Jika tidak, selain akan tergusur oleh media yang sudah kuat, posisi media tersebut akan ”terancam” oleh media baru yang terus bermunculan. Media cetak yang menjual informasi harus bersaing dengan media elektronik yang memberi informasi secara gratis, sehingga mengharuskan media massa cetak mencari berbagai cara untuk dapat survive di tengah persaingan ketat media saat ini.

Pada kenyatannya media massa cetak mempunyai segmen-segmen pembaca sendiri sesuai dengan isinya, karena itu terbitan majalah menjadi beraneka ragam sesuai dengan sasaran pembacanya. Menurut Kasali, seorang pengamat pemasaran, saat ini strategi penetrasi majalah media cetak tidak lagi didasarkan pada segmentasi demografi namun lebih kepada segmentasi manfaat (CAKRAM, September 2000:20). The industry typically categorizes consumer magazines in terms of their targeted audiences. Of course, the wants, needs, interests, and wishes of those readers determine the content of each publication (Baran, 1999:132). Dimana para pengelola majalah (dan media cetak) memahami kebutuhan pembaca serta memenuhinya.

Konstruksi Realitas Pemerintah
Seperti yang juga diungkapkan Tuchman dalam Sobur (2001) mengatakan bahwa pada hakikatnya pekerjaan media adalah mengkonstruksi realitas, karena isi media adalah hasil para pekerja media dalam mengkonstruksi berbagai realitas yang dipilihnya. Seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality), pembuatan (isi) media pada dasarnya tak lebih dari penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah “cerita”.

In media studies, this idea emphasizes that there is no single ‘reality’, rather a range of definitions of ‘reality’. Reality as presented by the mass media is therefore not a picture or reflection of ‘reality’, but, rather, a constructed interpretation of reality. In the view of ‘radical’ critics of the media in particular, the mass media play a crucial rôle in ‘constructing reality’ for the rest of us. In the view of many representatives of post-structuralism and post-modernism, just about every aspect of reality seems to be considered a social construction. (http://www.cultsock.ndirect.co.uk/MUHome/cshtml/index.html).

Peran institusi media dalam merekonstruksi realitas amat besar, apalagi jika diingat bahwa institusi media adalah penyaring atau penjaga gawang (gate keeper) yang memiliki otoritas penuh untuk menyeleksi mana peristiwa atau realitas di masyarakat yang ingin ditampilkan atau ditonjolkan media. Media dengan demikian memiliki posisi mendua (ambigu), di satu sisi ia dapat memberikan pengaruh positif dan di sisi lain mampu memberikan hal negatif.

Dalam kaitannya dengan media pemerintah, tentunya juga tak lepas dari urusan kontruksi dan rekonstruksi ini. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrumen  perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan (Sobur, 2001:30). Efek dari ideologi dalam media adalah menampilkan pesan dan realitas hasil konstruksi tersebut tampak seperti  nyata, natural dan benar (Eriyanto, 2001:31).

Pasalnya jika dipandang sebelah mata, lantas bagaimana?

(bersambung)

[mth]

Satu pemikiran pada “Siapa Baca Media Plat Merah?

  1. media memang seperti belati dibelah dua, ada dua fungsi belati bisa berguna dan bisa juga membunuh semua tergantung dari pemiliknya. begitupun dg media jika digunakan secara baik maka dia akan berguna dan bisa juga membunuh. kalo bicara soal konglomerasi media hal ini tidak terlepas dari pemilik modal terbesar dalam media, sebagai masyarakat harus pintar2 dalam memilih media, karena ada beberapa yg menggunakan media sebagai propaganda urusan prbadi. terimakasih buat artikel dalam postingannya menambah informasi.

Tinggalkan komentar